Sudah beberapa hari aku tak melihatnya lagi. Semenjak kejadian
waktu itu dia seperti hilang ditelan bumi. Entah mengapa ada sesuatu yang
hilang dari ku. Aku kesulitan untuk mencarinya. Bodohnya aku, mengapa waktu itu
aku tidak menanyakan nama dan fakultasnya. Kini aku seperti kehilangan arah.
Entah harus bagaimana mencarinya. Dan entah mengapa aku harus mencarinya. Semua
terasa aneh semenjak kedatangannya. Aku yakin suatu saat nanti pasti akan
bertemu dengannya lagi.
Hari demi hari berlalu. Rasa penasaran ini semakin menggebu. Rasa
ingin tahu ini semakin memburu. Akhirnya aku bertekad untuk mencarinya disetiap
fakultas. aku berkeliling dan mencoba bertanya kepada setiap mahasiswa yang
ada. Walaupun aku tidak tau namanya tapi aku coba menjelaskan ciri-ciri
fisiknya. Dia tidak terlalu tinggi, berkulit putih, hidungnya mancung, wajahnya
agak ke cinaan, rambutnya agak panjang, dan dia memakai kacamata. Tapi dari
setiap orang yang aku tanyai tidak ada yang mengenalnya. Ke putus asaan sempat
hadir. Aku tak tau harus bagaimana lagi. Aku rasanya ingin menyerah. Tapi rasa
penasaran ini terus membelenggu.
Aku coba berpikir di bangku
taman. Membayangkan wajahnya yang sangat mempesona. Mengingat kelucuannya saat
berbicara. Dan itu membuat ku menjadi tak waras. Sahabatku datang dan menghancurkan
lamunan ku.
“woii!(mengagetkanku).
ngelamun aja, nanti kesambet loh” dia duduk disebelahku. Dan aku hanya
tersenyum. “ngelamunin siapa sih?” tanyanya. Aku hanya menggeleng. “siapa?
Cowok yang waktu itu ya?” tanyanya lagi. Dan aku hanya cengar-cengir. “tuhkan
bener. dia itu emang siapa sih?” tanyanya lagi dengan kepo.
“gak tau”
jawabku dengan singkat.
“lah masa
gak tau sih? Emang waktu itu gak kenalan?” tanyanya.
“enggak”
jawabku lagi dengan singkat.
“iih bluun
banget kenapa gak kenalan cabicabi???” dia mencubit pipiku seperti bakpau.
“iih bisa
gak sih gak usah nyubit?” jawabku dengan bete. Dia melepaskan tangannya dari
pipiku.
“habisan
gregetan. Apa susahnya sih tinggal nanya
namanya siapa, dari fakultas apa, nomernya berapa, tinggal dimana, dan
blablabla” cerocosnya.
“ya namanya
juga lupa, pasti gak inget.” Serebotku langsung.
“emang
dasarnya aja lo pelupa” katanya. Aku hanya mengernyitkan alis. “oh iya kata
temen gue lo nyari seseorang? Nyariin dia?” tanyanya. Aku hanya mengangguk.
“kenapa lo pengen nyari dia? Ada hubungan apa lo sama dia?” tanya dengan kepo.
“entahlah..”
jawabku sibuk dengan layar hp.
“wah
jangan-jangan…”
“apa?!”
serebotku langsung. Dia menatapku dengan tatapan yang menyangka bahwa aku selingkuh
dengan cowok itu. “gue gak selingkuh!” jawabku dengan tegas.
“dih siapa
yang bilang lo selingkuh wlee:p ” dia meledek. “lo suka ya sama dia?” tanyanya.
“enggak”
jawabku dengan singkat “gue juga gatau hal apa yang ngedorong gue buat nyari
tau tentang dia. Dia itu misterius tau gak sih. Dia tiba-tiba dateng buat gue
seneng, terus dia ngajakin gue ketemuan dikantin tapi dia gak dateng, terus
sekarang tiba-tiba dia ngilang gitu aja. Maksudnya apa coba?!” jawabku dengan
sedikit emosi. “gue cuma pengen deket sama dia. Gue pengen kita bisa
ketawa-ketawa lagi. Gue pengen…”
“lo pengen
berhubungan sama dia?lebih dari teman?iya?” tanyanya sambil memotong
pembicaraannku.
“enggak..”
jawabku
“terus?”
“entahlah..”
jawabku dengan lirih.
“yaudah gue
bantu cari deh”
“serius?”
tanyaku. Dia mengangguk. “aaah thanks banget” aku memeluknya.
“yaudah
sekarang kita cari yok” ajaknya.
“kemana?”
tanyaku.
“kemana aja,
cusss” dia menarik tanganku.
Aku berkeliling kampus dari gedung ke gedung. Tapi tidak
menemukannya. Seketika kita sedang berdiri melihat ke setiap arah aku melihat
seseorang yang waktu itu aku lihat dia
sedang bersama cowok misterius itu. Tanpa basa basi lagi aku langsung
menghampirinya.
“hai..”
sapaku
“iya ada
apa?” tanyanya.
“lo temennya
si cowok yang waktu itu di perpus ngasih gue buku kan?” tanyaku. Dia
kebingungan. “yg waktu itu loh. Cowok itu orangnya gak terlalu tinggi, berkulit
putih, hidungnya mancung, wajahnya agak ke cinaan, rambutnya agak panjang, dan
dia memakai kacamata. “ jelasku.
“ooh zio
maksud lo?” tanyanya.
“gue gatau
namanya..”
“ini maksud
lo?” dia menunjukan sebuah foto.
“iyaiya ini
orangnya” kataku dengan bersemangat. “sekarang dianya mana?” tanyaku.
“dia gak
disini” katanya.
“terus dia
ada dimana?” tanyaku. Teman cowok itu hanya terdiam. “kok diem. Dia dimana?
Pleaseee kasih tau gue, gue pengen ketemu sama dia. Gue udah lama nyariin dia,
tapi gak ketemu-ketemu. Please yaaaa..” memohonku. Dan dia hanya terdiam.
“woiii temen
gue nanya!” bentak sahabatku kepada cowok itu.
“lo beneran
pengen ketemu sama dia?” tanyanya. Aku mengangguk. “ikut gue” ajaknya.
“kemana?”
tanyaku.
“nanti juga
lo tau.” Jawabnya.
“jangan
macem-macem ya tapi” kata sahabatku.
Akhirnya kita bertiga pergi ke suatu tempat. Aku juga bingung
kemanakah aku akan dibawa. Tapi rasanya senang saat aku sudah bisa menemukan
jejaknya. Aku sudah tidak sabar bertemu dengannya. Banyak pertanyaan yang ingin
aku tanyakan.
Sesampainya ditempat, aku terkejut. Mengapa dia membawa ku
ketempat ini? Beribu pertanyaan mampir dipikiranku. Aku dan sahabtku terus
mengikutinya ke tempat tujuan. Saat langkah kita terhenti aku lebih terkejut
lagi liat papan nama yang berisi nama dia. Jantungku serasa berhenti. Nafaku
terasa berat. Aku tak sanggup berbicara lagi.
“kok lo bawa
kita kesini sih? Mana zio nya?” tanya sahabatku.
“disini.
disini tempat zio sekarang. Dunia kita udah berbeda dengannya” kata temennya
zio.
“inalillahi…”
jawab sahabatku dengan rasa tak percaya. Kapan dia meninggal?”tanya sahabatku.
“Seminggu yang
lalu. Waktu itu dia pamit sama gue, dia bilang dia mau ke toko buku. Dia mau
beli sesuatu buat cabi. Dan dia bilang dia nanti mau ketemuan sama cabi. Dia sangat
bersemangat pada saat itu. Tapi malangnya saat dia pulang dari toko buku dia
mengalami kecelakaan. Saat dirumah sakit nyawanya udah gak bisa ditolong lagi. Dia
udah kehabisan darah. Tapi sebelum dia meninggal, dia nitip buku buat lo cabi.”
Jelasnya. Air mataku tak kuasa ku bendung lagi, kini menetes dengan sangat
deras. “
“sabar ya
cabi” sahabtku merangkulku.
“Dia pernah
bilang sama gue, dia bahagia bisa bikin lo ketawa, walau hanya sehari. Itu
impiannya bisa bercanda dengan lo.” Lanjutnya lagi. “cabi ini buku buat lo dari
zio” menyodorkan sebuah buku. Lalu aku mengambilnya dari tangannya.
“jadi selama
ini orang yang gue cari udah pergi jauh? Dan itu gara-gara gue?iya?!” tanyaku
dengan derai tangis.
“maaf
sebenarnya waktu itu gue pengen ngasih tau ke lo kalo zio udah tiada. Tapi gue
gak pernah ketemu sama lo di kampus. Dan zio pergi itu bukan gara-gara lo tapi
emang udah takdir.” jelasnya.
“iya cabi,
sekarang kita pulang aja yuk? Tenangin diri lo dulu.” Ajak sahabatku.
“kalian
duluan aja ke mobil. Nanti gue nyusul.” Kataku.
“yaudah kalo
gitu. Kita duluan ya.” Kata sahabatku. Sahabatku dan temannya zio pergi
meninggalkan ku sendiri.
“Terima
kasih untuk pertemuan satu harinya. Walau singkat tapi mengubah keadaan. Semoga
tenang di dalam sana. Gue pamit ya zi-o.” aku meninggalkan makam dengan
senyuman.
Aku bertanya-tanya mengapa pertemuan ini sangat singkat? Aku baru
saja mengenalnya, tapi kini dia sudah pergi, dan tanpa ada kata perpisahan. Aku
ingin bersamanya. Ingin selalu mengukir canda tawa. Mengukir kebahagian.
Mengukir persahabatan. Tapi kini semua telah tiada. Harapan tinggal harapan.
Jika memang kita tidak di takdirkan untuk bersama, aku sudah senang bisa
mengenalnya, walau hanya singkat. Aku mengerti bahwa ini takdir yang Maha
Kuasa. Ada pertemuan pasti ada perpisahan.
Komentar
Posting Komentar